BBM Naik Lalu Apa?

18 Juni 2013 pukul 11:23 | Ditulis dalam curhat, irodatul khoir lil ghoir, kehidupan, politik, renungan, romantika | 1 Komentar

Kang, piye terawangan sampeyan? Temanku buka obrolan ketika kami wedangan di gubuk habis matun. (Matun adalah istilah kami untuk membersihkan rumput di sela-sela tanaman padi)

Soal apa Mas?

BBM jadi naik pa gak?

Lah, kok nanya ke saya to Mas. Saya bukan presiden bukan pula DPR, juga bukan bakul bengsin (lidah ndeso kadang nyebutnya begitu) atau siapa sajalah yang bisa nentukan harga BBM.

Maksudnya kira-kira gitu…

Kalau saya sih gak usah kira-kira Mas, mau dipikirin atau gak dipikirin toh… kalau mau naik ya naik saja. Lagian kan sejak kita masih kecil sudah diajari lagu naiiik…naiiik… ke puncak gunung, tinggiii tinggi sekali…. selama belum tinggi yang diajak naik terus. Tapi kalau memang gak naik ya biarin saja.

Tapi Kang, masak sih kita gak ngrespon gitu… kesenengen pemerintah dong, rakyate manut.

Hehe… kalau saya diem sih bukan berarti manut sih Mas. Tapi lebih kepada prihatin, ngelus dada. Ya karena ulah para pejabat yang begitu, juga karena ngeliat rakyat juga begitu. Di mata saya sama saja.

Dulu di zaman Nabi, pernah terjadi masa kekeringan. Kemarau panjang. Hewan ternak pada mati. Jalan-jalan terputus. Nah, disuatu Jum’at pas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam khutbah, ada seorang yang tak dikenal berdiri lalu menerangkan keadaan yang semua juga pada tahu. Terus dia minta Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah agar diturunkan hujan. Langsung Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menengadahkan tangan minta hujan. Langsung deh dikabulkan Allah. Hujan pun turun. Bahkan sampai Jum’at berikutnya tak reda-reda. Sampai banjir hingga harta benda hanyut. Nah, pas Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam khutbah di Jum’at itu, si orang tak dikenal berdiri lagi minta kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar berdoa kepada Allah minta hujan dibuat reda. Hujan pun langsung reda. Begitu…

Kang, kaitannya dengan BBM apa dong…?

Sebentar Mas. Kalau kita perhatikan, saat itu berarti masa krisis kan. Gak turun hujan dalam waktu lama sampai ternak mati dan jalan terputus. Terus hujan berkepanjangan sampai banjir menghanyutkan harta benda. Bayangkan coba…

Terus coba pikir, kenapa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radliyallaahu ‘anhum ketika kemarau panjang dan melihat ternak pada mati juga jalan rusak kok diem saja. Seolah tak peduli dan gak ambil sikap positif? Sampai ada orang tak dikenal teriak-teriak berdemo minta diturunkan harga, eh salah….hujan. Terus ketika harga turun, eh salah lagi, hujan turun dan turun terus, dia terengah-engah juga karena perekonomian rusak.

Tentunya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat radliyallaahu ‘anhum tahu sikap apa yang mesti diambil. Karena mereka bisa memahami bahwa kemarau panjang ini adalah kehendak Allah, untuk menguji tingkat kesabaran dan ketangguhan mereka. Dan ternyata dalam situasi ekstrim itu mereka masih bisa menghadapi dengan ketenangan. Tapi si orang tak dikenal, dalam konteks ini dia adalah rakyat yang jauh dari pemahaman terhadap situasi dan kurang berpendidikan, memberanikan diri berdemo.

Tapi kan, demonya didengar Nabi dan dikabulkan Allah to Kang?

Iya. Dalam situasi seperti itu, rakyat yang sebagian bodoh dan sebagian pinter serta tak tersentuh kebijakan secara langsung atau tidak merasakan manfaat dari kebijakan pemerintah, tidak salah kalau mereka berdemo. Makanya suaranya didengar oleh Nabi dan dikabulkan oleh Allah.

Lha kalau BBM Kang? Posisi Nabi dan Allah di mana?

Begini, Mas. Yang dilihat bukan posisi Nabi atau Allah. Tetapi lebih kecil dulu, yaitu sistem pemerintahan dan tata kemasyarakatan serta kultur individu maupun komunitas di negeri kita ini. Tingkat kerusakannya sudah sedemikian parah.

Pejabat menjadi penjahat. Rakyat menjadi jahat. Pemimpin bodoh dan rakyat juga bodoh. Para aktivis dan praktisi pendidikan pun sibuk berdiskusi dan seminar tapi lupa anak didiknya. Pendidikan di negeri ini tidak mencerdaskan, tapi sekedar mencetak calon kuli dan buruh kapitalisme. Dari dulu sampai sekarang, masalah yang dihadapi ya itu-ituuuu saja. Berulang-ulang. Keledai dungu aja gak jatuh ke lubang sama sampai dua kali. Tapi bangsa ini sudah terjerembab ke lubang sama berulang kali. Parah kan…

Lantas?

Nah, saya hanya berusaha untuk tidak menguras energi untuk hal-hal kecil itu. Mau dibawa ke mana negeri ini oleh para penguasa ya… biar saja. Salah rakyat juga, tahu mereka ini penipu masih terus dipilih. Selagi saya bisa menghadapi dengan apa yang ada, saya akan begini saja. Santai aja lagi. Saya akan menguras energi untuk jalan hidup dan mati saya saja. Pasrah kepada Allah dengan cara meningkatkan kesabaran dan ketangguhan diri dan keluarga untuk menghadapi situasi ekstrim kalau penguasa semakin pongah dan menjajah rakyatnya sendiri. Kalau sudah sampai waktunya toh kita akan mati. Semua akan mati. Semua kerumitan dan kesulitan hidup di negeri kaya ini akan selesai. Kita berharap bahwa di kematian kita nanti Allah akan memberi banyak keni’matan dan belas kasihNya. Insya Allah….

Lalu?

BBM atau Korupsi atau segala masalah yang melanda negeri ini hanya merupakan tanda, indikasi. Hanya permukaan. Ada yang lebih mendasar….!!!

Apa itu Kang?

Opo yo?

1 Komentar »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

  1. Really when someone doesn’t know after that its up to other people that they will
    help, so here it happens.


Tinggalkan komentar


Entries dan komentar feeds.