Bencana Yang Bertubi-Tubi

4 Oktober 2009 pukul 07:31 | Ditulis dalam renungan | 5 Komentar

Bencana yang bertubi-tubi. Macamnya pun silih berganti. Yang lama belum lagi berhenti, yang baru sudah datang lagi.

Lalu mulailah sebagian manusia bertanya dan bertanya lagi. Mengapa hal ini harus terjadi.

Sebagian yang lain bahkan tak tahu diri. Protes… Tidak terima. Menggugat keMaha-Adilan Sang Pencipta. Ada yang lebih berani. Dituduhnya pula bahwa Allah itu kejam, tidak berperikemanusiaan. Bahkan pendendam. Hanya karena manusia melupakanNya dan tidak mau menyembahNya lalu murka begitu saja, begitu katanya.

Lalu ada lagi yang mengabaikan keberadaanNya. Bahkan menolak keberadaanNya. Atau mencari selainNya. Ngapain nyembah Tuhan yang gampang marah. Mending nyari yang suka belas kasih dan tidak pendendam….

Ada yang dengan halus namun tak beda. Dikatakannya, bencana adalah hal biasa. Fenomena alam yang terjadi sesuai siklusnya. Tinggal menyiapkan saja alat-alat dan ilmu pengetahuan modern untuk mengantisipasinya. Lalu dibuatlah alat dan dibangun pula sarana dan prasarana penunjangnya.

Namun bencana tak kunjung reda.

Begitulah kalau Allah menjalankan rencanaNya. Dengan mudahnya Isroil sang utusan mengambil sekian banyak nyawa. Tak peduli manusia mengingkari atau bersabar terhadapnya. Terserah orang mau yakin dan percaya atau acuh tak peduli bahkan mencibir. Bagi yang bersabar akan diganjar, bagi yang ingkar akan menerima siksaan.

Begitulah Allah. Tidak butuh pengakuan dari sekalian makhluk. Tidak butuh kerelaan manusia. Tidak butuh apapun. Dia cukup dengan diriNya.

أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ (97) أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَى أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ (98) أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ (99)

Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (S. Al-A’raf: 97-99)

Lalu

وَكَأَيِّنْ مِنْ آَيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ (105) وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ (106) أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (107)

Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya? ( S. Yusuf: 107)

Lalu

وَإِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فِي الْبَحْرِ ضَلَّ مَنْ تَدْعُونَ إِلَّا إِيَّاهُ فَلَمَّا نَجَّاكُمْ إِلَى الْبَرِّ أَعْرَضْتُمْ وَكَانَ الْإِنْسَانُ كَفُورًا (67) أَفَأَمِنْتُمْ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمْ جَانِبَ الْبَرِّ أَوْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ وَكِيلًا (68) أَمْ أَمِنْتُمْ أَنْ يُعِيدَكُمْ فِيهِ تَارَةً أُخْرَى فَيُرْسِلَ عَلَيْكُمْ قَاصِفًا مِنَ الرِّيحِ فَيُغْرِقَكُمْ بِمَا كَفَرْتُمْ ثُمَّ لَا تَجِدُوا لَكُمْ عَلَيْنَا بِهِ تَبِيعًا (69)

Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia, Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih. Maka apakah kamu merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkir balikkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapat seorang pelindungpun bagi kamu, atau apakah kamu merasa aman dari dikembalikanNya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin topan dan ditenggelamkanNya kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami. (S. Al-Isro’: 67-69)

Lalu

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ (16) أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17) وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ (18)

Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?, Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatanKu. Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasulNya). Maka alangkah hebatnya kemurkaanKu. (S. AL-Mulk: 16-18)

Lalu

إِنَّ عَذَابَ رَبِّهِمْ غَيْرُ مَأْمُونٍ (28)

Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). (S. Ma’arij: 27)

Apakah masih ada yang hendak mendustakan?

Bagi para korban musibah, tindakan riil berupa pertolongan dan sejenisnya adalah perlu dan mendesak. Namun tak kalah penting dan mendesak pula adalah pelajaran dan peringatan. Maka hendaklah kita mengambil pelajaran dan peringatan.

Bahwa manusia tidak akan pernah bisa aman dari musibah, betapapun mereka menginginkan dan mengusahakannya. Tidak ada yang aman dari adzab Allah. Tiada yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.

Jangan lagi manusia ini melalaikan kewajibannya kepada Allah sebagai seorang hamba yang hanya bertugas mengibadahiNya. Taat tunduk patuh kepadaNya. Tidak membangkang dan menolak perintahNya dan tidak pula berkiblat kepada selainNya.

Jangan lagi manusia ini menyembah dan berkiblat serta berpijak kepada sesuatu yang tidak kokoh, entah itu dunia dengan segala isinya. Entah itu dengan mengandalkan otak dan akalnya semata. Pertimbangan akal dan rasio yang ujung-ujungnya menyisihkan kedudukan Allah dalam hati-hati manusia.

Jangan lagi manusia ini suka berbuat sesuatu yang tidak meridlokan Allah. Apalagi mengundang kemurkaanNya. Jangan berzina baik sembunyi maupun terang-terangan. Jangan korupsi. Jangan berbuat dholim kepada orang sekitar dan sekalian makhluk. Yang berkuasa jangan menindas rakyatnya. Yang jadi rakyat mesti beradab. Jangan biarkan tempat maksiat tumbuh subur di negeri ini. Jangan biarkan para pelacur merusak bangsa ini. Jangan biarkan maling berlenggang kangkung kesana kemari. Jangan biarkan akhlak rendah mendominasi kekusaan. Jangan biarkan orang bodoh mengambil keputusan bagi negeri. Janganlah orang baik difitnah sebagai orang keji, teroris dan sebutan-sebutan buruk lainnya. Jangan suka mengada-adakan sesuatu yang hanya menambah kemurkaan Allah.

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari akibat ulah mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. Kembali kepada Allah.

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri ini beriman dan bertaqwa, bukan hanya Islam dikulitnya, mau tunduk dan patuh kepada Allah, pastilah Allah akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi kalau mereka mendustakan ayat-ayatNya, maka siksaan Allah adalah bagian bagi mereka disebabkan perbuatannya.

Peringatan ini aku tujukan bagi diriku sendiri agar aku tidak melalaikan kewajibanku sebagai budak dihadapan Tuhannya. Juga kepada anak dan keluargaku. Juga bagi siapa saja yang mau. Utamanya kepada mereka yang sedang diberi kekuasaan oleh Allah. Diberikan kekuatan oleh Allah. Yang semua itu adalah amanah yang nanti akan dimintai pertanggungjawaban.

5 Komentar »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

  1. sangat bagus..

  2. insyaAllah kita harus tetap beriman dan bertaqwa..amin

    [assalamu’alaikum]

    wa’alaikumsalam…
    terus menjaga diri dari hal buruk dan selalu mendekat kepada Allah ya Mas…

  3. asalamualaikum…
    pakabarnya mas habib?disini saya selalu mendapat hal baru 🙂

  4. Marilah kita slaing mengingatkan satu sama lain….

  5. […] Bencana bertubi-tubi. […]


Tinggalkan komentar


Entries dan komentar feeds.