Munarman, Saya Dan FPI

13 Juni 2008 pukul 07:44 | Ditulis dalam surat sahabat | 1 Komentar


Kalau “FITNA” di Eropa tidak laku lantas apakah fitnah ini di Indonesia malah jadi komoditi?

Oleh : Abu Taqi Mayestino

Pertama Kali Saya Mengenal Munarman

Munarman, SH., pengacara muda terkenal yang mantan petinggi YLBHI dan Kontras itu adalah seseorang yang mengaku “Muallaf” saat pertama kali saya berjumpa dengannya di satu rapat di hari-hari terakhir bulan Ramadhan 2007, di Masjid Al Azhar. Ia menyebut dirinya “Muallaf”, karena sebelumnya, sebelum menemukan Islam yang sesungguhnya, ia adalah seorang sekularis, “…dulu saya Muslim Sekuler”. Dan sebagai orang yang bergelut dalam bidang hukum tentunya ia hanya membela orang dalam masalah hukum berdasarkan hukum manusia. Ia dulu belum banyak belajar Islam. Belakangan ia meralatnya menjadi, “Saya Muhajir” atau orang yang berhijrah, dalam hal ini, dari keburukan ke kebaikan. Saya dan agaknya kami semua yang hadir di rapat itu, sejumlah kecil wakil petinggi dan tokoh umat, tersenyum-senyum dan sebagian bahkan tertawa kecil mendengarnya. Kami, agaknya sepakat dan mengerti bahwa hukum manusia, tentu bukan hukum Tuhan, Pembuat manusia.

Saya dan Munarman

Kali kedua saya berbicara dengannya, adalah saat saya merasa dunia ini hampir runtuh di akhir tahun 2007. “Namun hari kiamat bukan esok hari” (meminjam kata Abraracourcix, kepala suku gendut desa Galianya Asterix dan Obelix di komik terkenal “Asterix itu). Saat itu dalam situasi mendadak, saya harus mencari Pembela/Kuasa Hukum dalam satu kasus Perdata, akibat ulah sekelompok orang yang memanipulasi beberapa hal tanpa sepengetahuan saya, mungkin juga telah lama mencurangi saya, dan juga menyangkut keutuhan keluarga saya. Sebenarnya ada seorang pengacara juga didalam keluarga saya, walaupun terhitung keluarga jauh, seorang muslim, dan beliau lumayan terkenal di jajaran pengacara Indonesia, namanya sering muncul di beberapa media massa. Saya memberanikan diri untuk menghubungi beliau, sedikit-banyak menceritakan permasalahan saya dan meminta sarannya. Yang saya tangkap dari beliau, adalah bahwa beliau tentu sebagai pejuang hukum, bersedia menangangi kasus saya, namun beliau memang sedang sangat sibuk. Karena waktu yang sungguh mendesak, saya coba hubungi Munarman, kawan baru saya.

Ponselnya ternyata mati selama beberapa hari, kemudian saya kirim SMS untuk meminta waktu berbicara. Dan masih tidak ada laporan “delivered”. Berarti ponselnya benar-benar mati. Beberapa hari itu sungguh moment yang sangat mencekam dalam hidup saya, hampir-hampir membuat putus-asa. Permasalahan atau ujian (saya lebih suka menyebutnya demikian) itu, alhamdulillah ditakdirkan Allah SWT datang berbarengan dengan berbagai ujian berat yang lain. Mungkin Abraracourcix akan mengira langit runtuh segera, jika berada dalam posisi seperti saya.

Tiba-tiba, ada laporan “delivered” di ponsel merah ‘jadul’ saya, dan sekitar waktu shalat fardhu, ponsel tersebut berdering, rupanya telepon dari kawan baru saya itu. Langsung saya utarakan berbagai masalahnya, dan saya utarakan pula bahwa saya sedang tidak punya uang, dan jika ada biaya, saya bersedia mencicil. Posisi saya saat itu sedang di Surabaya, dia di Jakarta, dan dia yang menelepon saya. Dan dalam hubungan interlokal itu, dia bahkan menolak memutuskan hubungan telepon, dan membiarkan saya mengutarakan hampir semua detail kasus saya dengan biaya tanggungan sambungan teleponnya. Ia menyanggupi langsung menangani kasus saya, tanpa ada biaya, hanya karena saya muslim yang sedang dalam kesulitan, katanya.

Singkat cerita, saya pun bertemu dia sewaktu saya tiba kembali di Jakarta, di kantornya yang sangat sederhana (bila dibandingkan kantor-kantor Pengacara top lain) di bilangan Benhil-Pejompongan. Dia menunjuk seorang anak buahnya untuk khusus mendampingi saya, selain beberapa rekanannya yang lain. Saat saya utarakan kembali kesulitan keuangan saya, dan niatan saya untuk mencicil, kembali ia menolak, saya hanya harus membayar apa yang menjadi kewajiban saya terhadap negara, dalam proses hukum tersebut, hanya itu. Tak terkatakan betapa rasa gembira dan kagum saya akan semangat ikramul muslimin-nya (memuliakan sesama muslim) inilah yang pantas membuat dunia lebih baik.

Setelah berbulan-bulan proses pengadilan itu berlangsung, akhirnya saya sampai pada suatu informasi bahwa lawan saya, kemungkinan besar menggunakan uang sogokan untuk memenangkan perkaranya, mungkin menilik semakin banyak tuduhan mereka yang tak terbukti dan argumen mereka yang lemah. Semakin banyak pula bukti beberapa kejanggalan dan main kotor, manipulasi, fitnah, salah-paham dalam kasus saya ini. Bahkan keterangan yang mendukung itu semua, saya dapatkan justru dari orang-orang dekat bahkan keluarga kandung lawan saya berperkara tersebut. Rupanya mereka bersimpati kepada saya. Dan dugaan suapan ke Hakim ini pun dikuatkan oleh kawan lama saya, yang juga kawan Munarman semasa kuliahnya, bahwa di Pengadilan macam itupun adalah lumrah di Indonesia untuk orang main sogok, atau bahasa halusnya, “Mendekati dan berbaik-baik dengan (para) hakim, supaya menang berperkara”. Kawan saya ini, ternyata juga pernah melalui perkara serupa.

Saya sangat terpukul, jenuh, lelah dan hampir goyah iman saya. Harapan saya sangat tipis pada sistem peradilan Indonesia. Lalu saya hubungi Munarman. Saya utarakan via SMS, segala permasalahan ini, kegundahan, termasuk keinginan saya untuk mengambil ‘short cut’. Dan dengan cepat dia jawab, lugas, bahwa jika saya menyuap hakim, maka ia akan menarik semua Pengacara anak-buahnya, dan saya dipersilahkan jalan sendiri.

Alhamdulillah, ini sangat menggembirakan saya, dan seakan menguatkan kembali iman saya. Dan memang, bahwa jika pun ada peluang menyuap hakim, saya toh tak akan mampu, karena saya sedang dalam kesulitan keuangan di waktu itu. Ini saya anggap sebagai satu tanda pula dari Allah SWT, dan saya meneruskan perkara saya, dengan prinsip beriman kepada Allah SWT. Pengadilan saya yang paling adil, ada di akhirat. Tak akan rugi, orang yang mendekat kepada Allah SWT. Dan paling bak memang dekat-deka dengan atasan yang benarlah, kira-kira perumpamaannya demikian, bukan?

Setelah berbulan-bulan kemudian akhirnya saya ada kelebihan rizki. Kembali saya kontak dia lewat ponselnya, saya utarakan niat saya sambil mengemudikan kendaraan di Jakarta (bukan suatu kebiasaan berlalu-lintas yang baik memang, namun ternyata di Indonesia, banyak sekali orang melakukan ini, dengan kualitas kemampuan mengemudi yang berbeda-beda) . Dia masih menolak, dan menjawab bahwa jika ada kelebihan rizki seperti itu, lebih baik saya serahkan ke fakir miskin, anak yatim, dsb. layaknya amalan muslim. Saya berteriak sendiri di mobil kepadanya saat menjawab pernyataannya itu, saya tak seberapa ingat apa jawaban saya, namun lebih-kurang adalah, “Antum mulia! Ana senang pada antum! Allah yubarik fik (semoga Tuhan menambah berkahNya pada anda yang saya hormati)! Ana ridho pada antum, dan semoga Allah ridho pada antum dan apa yang antum cintai! Dia tertawa-tawa saja mendengar suara saya.

Insiden Monas

Setelah peristiwa bentrok 1 Juni antara massa Islam yang (katanya) dari FPI (padahal ada berbagai unsur di sana) dengan massa AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) , dan bahwa menurut informasi dari mulut ke mulut, FPI lah yang memulai serangan, kemudian menyusul berbagai berita yang mendiskreditkan Munarman. Saya kirim SMS kepadanya untuk bertanya apa kiranya yang dapat saya bantu. Dia membalas, hanya meminta tolong dicarikan kunci mobil dan ponselnya yang hilang di kawasan Monas di hari itu, karena dia tahu saya mengenal beberapa “orang Gambir dan Monas”. Tentu saja saya coba sebisanya, namun sampai saat ini belum ada berita. Segala puji pada Allah yang telah menunjukkan bahwa Beliau-lah Pemilik segala sesuatu. Sangat logis pula bila kita gunakan logika dan supra logika, atau apapun juga istilah sekulernya tentang kuasa Tuhan ini. Saya rasa, Munarman pun tetap dan cukup atau malah semakin beriman, atas kehilangan, pengambilan, atau pengalihan tempat dari milik Allah yang dipinjamkanNya ini, karena tentunya tak ada yang benar-benar milik kita tak juga ruh kita, insya Allah.

Malam itu, 4 juni 2008, saya mendapatkan berita dari berbagai sumber terpercaya, dan dari pengetahuan saya sendiri, bahwa sejak semula rencana unjuk rasa gabungan berbagai lembaga dan ormas Islam di Istana Presiden yang dijadualkan pada Minggu 1 Juni 2008 pk.12.00 WIB disusun, tidak ada sama sekali pembahasan tentang tindakan kekerasan, dalam bentuk apapun. Dan memang, demo yang terjadi di depan Istana Presiden antara massa gabungan ormas Islam dan massa buruh yang berpakaian merah-merah, walaupun bersandingan cukup dekat, tapi berjalan dengan sangat mulus. Kekerasan bukanlah kebiasaan muslim manapun, tidak diperbolehkan dalam agama Islam. Dan ini juga ternyata disadari pihak aparat di lapangan, bagaimana responnya yang santai ketika massa muslim masuk dan bagaimana ketika massa buruh masuk yang dengan segera aparat membentangkan tali putih mengitari massa buruh. Namun, bila ada yang mulai menghujat, menghina, melecehkan, apalagi menyangkut akidah dan hak Allah SWT, memang diperbolehkan bagi muslim untuk bereaksi secukupnya, walaupun memang jauh lebih baik untuk memaafkannya.

Unjuk rasa itu sendiri adalah rangkaian dari sekian banyak unjuk rasa dan ketidakpuasan muslim Indonesia (dan muslim seluruh dunia, sebenarnya) yang cukup menggunakan otak dan hatinya, tentang apa itu sesungguhnya Ahmadiyah, dan apa atau siapa sesungguhnya di balik semua itu, dan juga apa sesungguhnya yang akan diusahakan terjadi di Indonesia yang menggiurkan sumber daya alamnya sebagai bagian dari dunia yang semakin tua dan berpenyakit ini. Ini juga untuk meperkuat rekomendasi MUI (fatwa MUI no 11/MUNAS VII/MUI/15/2005) dan Bakorpekem serta bahkan dunia Islam di dunia yang kita tinggali ini (deklarasi Liga Muslim Dunia/Rabithah Alam Islami tahun 1974). Lebih kurang isinya adalah bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat yang menyesatkan, dan sudah (sangat) menciderai Hak Azasi Manusia (HAM) terdasar muslim untuk beragama yang bebas, memurnikan ajarannya, dan (yang juga kata para pejuang HAM secara gigih berulang-ulang) , adalah untuk diijamin kebebasan beragamanya, muslim beribadah secara aturan Islam.

Singkatnya, adalah menuntut hak muslim untuk tidak mengakui Mirza Ghulam Ahmad dan segala ajarannya serta pernak-perniknya yang mencampurkan Islam dan berbagai pemikiran atau teknologi budaya entah dari mana yang dibawa Mirza Ghula Ahmad, sebagai nabi setelah Rasulullah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib SAW dan untuk tidak mengakuinya sebagai bagian dari Islam, karena toh ciri-ciri utama Islam tak ada pada mereka. Seorang guru saya KH Suharyadi Sumhudi, mengirim SMS ke saya, “Lima belas tahun lalu Ketua Ahmadiyah, Ahmad Hariadi saya tantang bersumpah Muhabalah (populer di Indonesia sebagai Sumpah Pocong, sumpah untuk sungguh-sungguh menghadapkan diri dan keluarga masing-masing dan berdoa kepada Tuhan agar menjatuhkan laknat bagi pihak yang berbohong, dasarnya di QS Ali Imraan ayat 61… dia takut/tak hadir … e dia sekarang tobat, 6 Juni mau ceramah di Al Azhar …”

QS Ali Imraan ayat 61
61. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.

Mubahalah ialah masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda pendapat mendoa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan la’nat kepada pihak yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad s.a.w.

Kalau saja para Sekuleris (yang notabene pemkiran Sekulerisme ini datang dari barat/Eropa dan mendunia), mau istiqamah konsekuen dengan prinsipnya bahwa urusan agama biar dipinggirkan dari kehidupan sehari-hari sejak mereka frustasi dengan campur tangan yang bahkan tak masuk akal dari para petinggi Kerajaan dan agamanya selama Abad Pertengahan/ Abad Kegelapan (Dark Ages); maka semestinya bahkan kaum Atheis pun setuju untuk membiarkan umat beragama Islam mengurus agamanya sendiri, termasuk dengan tidak mengakui Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam. Walaupun Ahmadiyah mengaku-aku demikian. Termasuk di Indonesia.

Jadi Departemen Agama Republik Indonesia yang kaya potensi namun miskin-miskin saja ini dan para penyelenggara haji pun tak usah menjadi repot menjawab pertanyaan Allah SWT dan setidaknya saja, Kerajaan Arab Saudi, jika ada Jamaah Haji non-muslim (Ahmadiyah) sampai di Makkah al Mukaromah, atas rekomendasi negara Republik Indonesia.

Tapi tentu saja di mana ada peluang menguntungkan, Kapitalisme dan Kolonialisme, mencoba sekuat tenaga mendulang keuntungan, hampir at all cost (dengan segala cara, semahal apapun), apalagi jika atas nama kepentingan Manajemen Strategis dan segala macam teknologi lain. Mungkin berdasarkan asumsi dan argumen ini, tak heran Ahmadiyah tak juga dibubarkan di Indonesia, padahal di negara asalnya dan di banyak negara Islam atau ‘negara Islam’ lain rekan Indonesia di OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang berdiri agak lama setelah Kekhalifahan dijatuhkan Barat pada 1924, toh sudah tegas melarang Ahmadiyah (deklarasi Liga Muslim Dunia/Rabithah Alam Islami tahun 1974), apalagi membiarkan jama’ahnya ke tanah suci Makkah al Mukaromah. Indonesia mau menjadi spesial dengan tepo-slironya rupanya? Hingga diajak ke neraka pun ayo saja, karena tepo-sliro?

Ahad pagi 1 Juni 2008 itu saya kebetulan lewat Gambir dan Monas dalam perjalanan ke rumah. Saya saksikan banyak sekali orang berpakaian merah saat itu, tua-muda. Ada banyak sekali Bus parkir di sekitar Monas bahkan sampai Pasar Baru. Terus saja saya pulang dan sempat berpikir, banyak sekali yang tidak ke Gereja, pagi ini, yah? Saya tidak terlalu ambil pusing, ini semua perkara mudah diduga, permainan sekelompok kecil orang pengatur. Lagipula kondisi saya sedang tidak sehat. Saya tertidur hingga sekitar sore hari. Sesudah saya bangun, saya ke Gambir, silaturrahim dan mengurus jama’ah di sana. Dan saya dilapori, bahwa tadi ada bentrokan kecil di Monas. Saya hanya tertawa-tawa saja, dan kami lanjutkan mengurus banyak hal lain.

Lantas rupanya kejadian itu menjadi berita nasional. Seakan ada yang memeningkan untuk membesarkan permasalahan ini. Saya pun mau tak mau ikut mencari tahu dan menangani. Dari informasi kawan terpercaya, massa gabungan lembaga ormas Islam, sejatinya saat 1 Juni siang itu menuju Istana Presiden dengan agenda mereka tentang BBM. Namun tak pelak sebagian mereka lewat pula di depan Monas, yang disana telah ada ribuan peserta peringatan ‘lahirnya’ Pancasila. Demo AKKBB di Monas itu menurut sejumlah kalangan dilakukan tanpa ijin (saya jadi ingat Belanda yang membonceng Sekutu saat perang Kemerdekaan Republik Indonesia untuk menghalalkan langkahnya). Dan menurut sumber yang saya percayai, provokasi oleh massa yang sudah dahulu berada di Monas (AKKBB) memang dilakukan, dan fakta ini juga dikuatkan oleh beberapa tokoh nasional yang disampaikan lewat media cetak, elektronik serta forum pertemuan yang saya hadir disana. Terjadi pula letusan pistol, empat kali bahkan kabarnya, bukan dari pihak muslim. Teriakan makian tak senonoh terhadap ciri-ciri Islam dan massa yang lewat itupun berlontaran, misalnya seperti ‘Kafir’ dan ‘Laskar Setan’, dan sejumlah aksi memancing emosi lain tentunya, di siang hari yang cukup panas di pusat kota Jakarta itu.

Agaknya prinsip ‘Lu jual gue beli’ terjadi di sini. Namun toh tetap banyak yang berkepala dingin, dan ada seorang kawan yang saya kenal dari FPI, hari itu ia berbaju kotak-kotak justru terlihat melerai kedua massa yang hendak bentrok. Dan ini terlihat jelas di tayangan beberapa stasiun TV yang diputar berulang-ulang, seperti yang diceritakan kawan saya. Saya percaya kevalidan informasi kawan ini dan saya kenal betul dia. Kebetulan orang yang dimaksud di TV tersebut juga saya kenal. Seorang Preman yang sungguh telah bertobat, insya Allah. Munarman sendiri, siang itu berlaku sebagai pemimpin, komandan lapangan ‘Laskar Islam’, Laskar gabungan sejumlah lembaga bernama GARIS, FPI, MMI dan sebagainya. Perlu ditegaskan kembali, bukan FPI saja.

Di kondisi panas, gerah, dibawah sinar matahari siang yang cukup terik itu, Munarman telah berusaha menyadarkan anggotanya yang terpancing emosi akibat provokasi dari pihak AKKBB. Teguran keras yang dilakukan Munarman ini pada anggota laskar adalah pantas, karena ia adalah sebagai Amir, sebagai pemimpin. Pemimpin pantas membina dan bertanggungjawab. Bukankah ini pengejawantahan teknologi Manajemen sekuler juga?

Bila kita melihat foto terkenal Munarman saat ini yang beredar di internet dan berbagai media saat ia terlihat sedang ‘mencekik’ seseorang berbaju hitam, dikelilingi massa berbaju putih, maka sebenarnya yang dipegangi lehernya itu adalah orang muslim sendiri anggota rombongannya yang hampir emosi, lepas kendali, dan justru sedang dicegah keras oleh Munarman agar tidak melangkah lebih jauh yang mungkin belum perlu dan tidak sesuai dengan akidah Islam. Dalam foto tersebut, tampak Munarman berpakaian hitam dan penutup kepala hitam mencekik seorang pria yang juga berpakaian hitam. Foto milik AKKBB itu diabadikan saat bentrok FPI dan massa AKKBB di kawasan Monas 1 Juni lalu. Munarman menyangkal bahwa yang dia cekik adalah anggota AKKBB. Bahkan dalam konferensi pers, Munarman memperkenalkan pria yang dia cekik sebagai anggota Laskar Islam bernama Ucok Nasrullah. Klik saja antara lain ke: http://suaramerdeka .com/beta1/ news/print. php?id_news= 7044 , http://swaramuslim. com/index. php , http://groups. google.co. zw/group/ soc.culture. filipino/ topics?lnk= gschg. Dan kata orang, wajah Munarman nampak bengis saat itu? Tidak, menurut saya. Lihatlah betul-betul. Lihatlah ekspresi orang-orang itu semua lebih cermat. Orang Psikologi jujur setidaknya akan tahu tentang ini.

Dan saat terjadi bentrokan, itu adalah REAKSI massa muslim terhadap mereka yang memprovokasi, yang menantang. Bukan merupakan AKSI, samasekali bukan mendahului, walaupun toh memang terjadi perkelahian. Memang disayangkan massa muslim sampai terpancing, dan yang salah tetap harus dihukum, ini pun sunnatullah (hukum Allah) tak peduli apapun agamanya, karena justru Islam adalah seharusnya rahmatan lil’ aalamiin (rahmat untuk alam semesta). Jika pengusung Islam tak mampu mengusung tugas berat dan suci ini, pantaslah dihukum dan dikalahkan Allah. Allah tidak butuh manusia dan dunia beserta isinya. Manusialah dan dunia bserta isinyalah yang butuh Allah dan cara hidup, petunjukNya.

Ingat Perang Uhud dan Badar? Sangat berbeda hasilnya. Di Perang Badar, muslim yang menghadapi musuh kafir tiga kali lipat banyaknya, menang gemilang, karena berperang dengan cara Islami. Di Perang sesudahnya, Perang Uhud, muslim dibiarkan Tuhan kalah parah, karena tidak berperang dengan cara Islami. Dan alhamdulillah tidak pernah dalam masa Rasulullah SAW dan para sahabat, perang muslim mengalami kekalahan, karena mereka menjaga betul cara-cara islami, termasuk mengasihi ‘musuhnya’.

Dan toh mereka semua, di Monas siang 1 Juni 2008 itu, baik pengaksi juga pereaksi, adalah manusia, dan di mana-mana termasuk saat itu tentu banyak setan tak tampak maupun tampak (orang Atheis akan mengatakannya sebagai energi negatif), maka terjadilah kejadian yang patut disesalkan lalu itu. Untuk memahami ini pula, pakai Hukum Newton tentang aksi-reaksi sajalah, gunakan, tak usah payah-payah, karena bukankan jaman modern yang dilandasi Filsafat Modern ini sudah mempercayakan sepenuhnya segala pembangunan peradaban kepada hanya Logika a la Descartes dan Nweton yang hanya memakai paradigma logik dan sains dalam memahami, merekayasa segala hal, termasuk yang hal-hal non logis, supralogis, metafisika, dan sebagainya? Yang inilah yang bahkan ditentang orang sekuler macam Filsuf Nietszche dan Capra dengan Filsafat Dekonstruksi a la Posmodernnya untuk mendekonstruksi emikiran sesat Filsafat dan jaman Modern? Ini logis, jadinya. Anda termasuk orang modern kan ? Cukup kan kalau pakai logika saja? Hahahahaaaa.

Tentang logika, masuk akalkah pula jika ada satu orang berbaju hitam yang orang mudah asumsikan bukan muslim (walau ternyata muslim), berada dikelilingi muslim berbaju putih penyusul yang jumlahnya sedikit, sementara di Monas massa penghadir acara Pancasila itu justru-menurut klaim mereka sendiri- adalah sekitar seratus ribu?

Dan si orang berbaju hitam itu, bukan orang rombongan Munarman sendiri?

Masuk akalkah itu?

Betapa mudahnya ya ratusan ribu orang yang sudah menunggu di Monas itu kalah oleh rombongan Munarman yang datang belakangan dan tidak berbus-bus banyaknya, kebanyakan hanya bersepeda motor, jika tenyata si baju hitam itu musuh Laskar Islam?

Dan herannya mengapa media hanya mengekspos yang perlu mereka ekspos saja?

Mengapa cepat menyimpulkan? Dengan sangat yakin?

Tidakkah pernah sampai kepada telinga, otak, dan hati orang-orang ini, azas praduga tak bersalah, yang dalam Islam adalah LARANGAN untuk su’udhon (berpikir, menduga buruk)?

Dengan segala cara?

Siapa yang mengaturnya?

Dan yang paling mengherankan, mengapa hanya FPI yang dibidik padahal ada beberapa lembaga ormas yang turun?

Mengapa isu tentang Ahmadiyah menjadi dibelokkan tentang pembubaran FPI dan pembunuhan karakter Munarman? Mereka ini yang kemudian menjadi sasaran tembak?

Ada apa ini?

Padahal tidakkah FPI yang termasuk romobongan awal aktif di Aceh saat setelah Tsunami lalu? Tidakkah FPI yang di Poso dan Ambon membela muslim yang dibantai? Tidakkah FPI yang pergi dan mengusut di Jawa Timur saat para Kyai dan Uztadz difitnah dan dibunuhi karena isu dukun santet? Tidakkah FPI yang memerangi tempat-tempat maksiat? Tidakkah FPI yang tahu banyak mengenai data-data intelijen pihak-pihak yang hendak mengacau negara dan muslim Indonesia DAN SUDAH PULA BERBUAT BANYAK?

Jadi jelas tidak, mengapa hanya hanya FPI yang diminta diberangus oleh orang-orang yang tidak senang Islam?

Termasuk dengan Perang Opini?

Saya kurang tahu, tapi menurut seorang sahabat (dia mengirimkan SMS) yang beliau adalah mantan Pendeta Protestan dan bekas ‘orang dalam’ sebuah partai besar keagamaan Indonesia serta tahu betul teknologi langkah-langkah sistematis pemurtadan umat Islam bertahun-tahun lamanya, bunyi SMSnya sebagai berikut :
“Ass-wr-wb. Bagi Gereja FPI dianggap salah satu komponen Islam yang sering halangi pendirian gereja2. Ada indikasi skenario makro lewat infiltrasi intelektual untuk bubarkan FPI, sehingga misi kristen tidak telalu terhadang gerakannya. Saya yakin pemerintah sudah diintervensi CIA untuk berangus FPI. Masyarakat oleh pers dibuat naik darah (blood boiling-up) terhadap FPI! Stigma mulai dibangun mereka! Hukum jelas tidak akan melihat content masalah tapi hanya efek dari suatu masalah dan itulah cara2 AS dan antek2nya lakukan political engineering! “

Jadi kawan-kawanku, hati-hati saja terhadap pancingan-pancingan!

Menilik ini semua, saya jadi ingat beberapa ayat ini:

QS.Ali Imraan ayat 104

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[1]; merekalah orang-orang yang beruntung.

QS Ali imraan ayat 110

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

QS Luqmaan ayat 17

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).

QS Thahaa ayat 132

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.

QS Al Fath ayat 28-29

Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan- Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[*]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.

QS Al Ahzab ayat 70

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.

QS An Nur ayat 14.

Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.

QS Al Hujuraat ayat 6.

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.

QS Al Ahzab ayat 60.

Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang- orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu) , niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar.

QS Al Baqarah ayat 217

… Dan berbuat fitnah[lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Hadits:

Diriwayatkan dari Anas R.A. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kalimat Laa ilaa ha illallaah akan selalu memberi manfaat bagi siapa saja yang mengucapkannya dan akan menghindarkan mereka dari adzab dan bencana selama mereka tidak mengabaikan hak-haknya.” Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan mengabaikan hak-haknya?” Jawab beliau, “Kemaksiatan kepada Allah dilakukan secara terang-terangan, tetapi tidak dicegah dan diubah olehnya.” (Al-Ashbahani- At Targhib)

Dan patut pula dipahami, jika muslim tidak melakukan hal-hal yang dipersyaratkan Islam agar mendapatkan kemenangan, Muslim akan dibiarkan mengalami kekalahan. Simaklah beberapa paparan di bawah ini:

QS Al Israaâ’ ayat 7

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

Dalam potongan ayat QS Al Israa’ 7 (17:07) ini, “dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai”, maka bahkan Allah S.W.T. pun akan membiarkan mereka (para musuh kebaikan) itu bebas masuk ke dalam masjid (satu tempat yang melambangkan kehormatan dan kesucian muslim), dan membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.

Hal ini mungkin saja, jika muslim yang diberi amanah memanfaatkan, menjaga ciptaan Allah S.W.T. tidak (atau tidak lagi) melakukan hal-hal Islami (tidak menjaga amahaNya, antara lain), tidak memenuhi syarat untuk dimenangkan menjadi pemimpin di satu masa itu, di mana kejahatan muslim justru lebih menonjol daripada kebaikannya. Bahkan dalam ayat ini disebutkan sampai-sampai melakukan kejahatan “˜yang kedua” atau dalm hal ini juga ditafsirkan, bahkan mengulanginya (dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua). Kemenangan, kehormatan, ketinggian derajat dan macam-macam hal terkait bagi muslim diberikan, jika muslim melakukan yang diperintahkan Allah S.W.T., jika seseorang itu adalah orang-orang yang beriman, melakukan hal-hal islami.

Lihatlah juga kembali:

QS Ali Imraan 139 (3:139)

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya) , jika kamu orang-orang yang beriman.

Hadits:

Dari Abu Sa’id Al Khudri R.A., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lidahnya. Jika tidak mampu, maka bencilah dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemah iman.” (HR Muslim, Ibnu Majah, Nasa’i-At Targhib)

Kekalahan juga mungkin terjadi bagi siapa saja termasuk Muslim bila menyia-nyiakan nikmat, berbuat dhalim, dan sebagainya:

QS An Nahl ayat 112

Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, yang rezekinya datang kepadanya melimpah-limpah dari segenap penjuru. Lalu (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Oleh karena itu, Allah mengenakan kepada mereka ‘pakaian’ kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.’

QS Al Israa’ ayat 16

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

QS Al Anfaal ayat 25

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.

Hadits:

Jabir bin Abdillah R.A. berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seseorang berada di suatu kaum, ia berbuat maksiat di tengah mereka, dan mereka mampu mencegahnya, namun mereka tidak mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan kepada mereka siksa sebelum mereka mati.” Yakni mereka akan ditimpa musibah dunia. (Hadits riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al-Asbahani- Al Targhib)

QS Ar Ra’d ayat 11

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

QS Al A’raf ayat 96

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman serta bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami menyiksa mereka disebabkan perbuatan mereka. –

QS Ibrahim ayat 7

Ingatlah juga, tatkala Tuhan kalian memaklumkan, “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azabKu sangat pedih”.

Dibalik setiap ujian dan kejadian, ada ibroh dari Allah SWT yang bisa kita petik sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan ke depan. Insya Allah.

Wassalamualaikum wrwb.

Jakarta, Juni 2008

Abu Taqi Mayestino

1 Komentar »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

  1. Coba cek photo di web ini, orang AKKBB lagi mengacungkan pistol

    http://www.derap.net

    salam
    http://www.blogfaikao.wordpress.com


Tinggalkan komentar


Entries dan komentar feeds.